simple saja, si abah. itu adalah panggilan untuk orang yang mengantar jemput keluargaku untuk dua belas tahun terakhir ini. masih ada keluarga dengan ibuku, mantan preman salemba-senen tahun 70-an, penyuka kopi hitam pahit kental tiap pagi, dan sering kali bercerita tentang buyutku penuh dengan garis tipis antara dongeng atau orang-orang ini benar pernah melakukan hal itu.
untuk orang yang sudah tua, kadang-kadang aku berdecak heran dengan kelakuannya yang cepat kali naik darah. pernah satu kali mobil ditabrak oleh bus metromini dari belakang. aku mah malas mengurus hal ini, ini gunanya ada asuransi, tapi si abah.. turun dari mobil langsung mematahkan tangan si supir( patah, dengan asumsi tulang lengan atas tidak bisa membentuk 90 derajat). bah it was a mess, cupu lah, mobil palingan masuk bengkel seminggu jadi, ini supir.. tangan patah.. waktu pulih berapa lama? selama waktu itu anak istri mau makan apa?
sudah tua tempramental, mirip sekali dengan cerita jaman persilatan. dibalik keberingasannya, orang ini ternyata pemegang teguh tradisi. tiap kali ada acara yang berbau betawi, tak lupa beliau ambil peran, antara demonstrasi silat, bermain pantun yang aku tidak mengerti lucunya dimana sampai jadi ondel-ondel pun pernah di jabanin.
jum’at minggu kemarin aku sempat telepon kerumah, waktu disini sekitar jam 8 pagi dan waktu dijakarta sekitar 2-3 sore. si abah yang pertama kali angkat, seperti biasa kutanya apa kabar? sehat2 aja? beliau banyak cerita untuk persiapan pengajian peringatan 100 atau 120 th (?) mengenang buyutku, saat itu aku becanda sepertinya orangnya juga sudah engga peduli untuk hal-hal seperti ini, maunya istirahat tenang saja.
tapi itu.. ternyata hidup adalah serial dari deretan stoskastik. kita tidak pernah tahu kapan kontrak didunia ini selesai. keesokan harinya setelah acara pengajian dan jiarah selesai, beliau pulang kerumah. nonton bola sebentar, bermain dengan golok kesayangan lalu pergi tidur, tidak ada yang istimewa, kecuali ketika hendak dibangunkan untuk magrib beliau sudah tiada. innaillahi wainnaillahi rojiun.
selamat jalan bah, semoga tenang dialam sana. mungkin bisa main silat lagi dengan kong usup dan kong margonda disana. mohon maaf aku tidak hadir dihari-hari terakhir abah. terima kasih untuk segala didikan budaya leluhur. aku tidak akan lupakan itu.
Weits.. sudah tua bisa mematahkan lengan? Almarhum abah aliran mana, Nu?
Oh iya.. Inna Lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Sayang banget aku gak pernah berjumpa dengan beliau. Penasaran juga ama beliau yang kalau menurut ceritamu sangat teguh menjaga tradisi.